OJK Tegaskan Data SLIK Bukan Penentu Tunggal dalam Pemberian Kredit Rumah

Pendahuluan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi salah satu instrumen penting bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki rumah. Namun, proses pengajuan KPR seringkali terkendala oleh catatan kredit yang tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). SLIK, yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyimpan riwayat kredit individu dan menjadi salah satu pertimbangan lembaga jasa keuangan (LJK) dalam menilai kelayakan debitur. Namun, OJK menegaskan bahwa SLIK bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam pemberian KPR.
Apa Itu SLIK?
SLIK adalah sistem yang menyimpan dan mengelola informasi keuangan nasabah dari berbagai LJK di Indonesia. Tujuan utama SLIK adalah untuk meminimalkan informasi asimetris antara debitur dan kreditur, sehingga proses pemberian kredit menjadi lebih transparan dan efisien. SLIK berisi data mengenai riwayat kredit, termasuk status lancar, kurang lancar, dan macet. Namun, status tersebut tidak serta-merta menjadikan seseorang sebagai debitur bermasalah.
Pernyataan OJK
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers pada 14 Januari 2025, menegaskan bahwa penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan merupakan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan tersebut.
Mahendra juga menambahkan bahwa tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain, khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil.
Praktik di Lapangan
Data per November 2024 menunjukkan bahwa sebanyak 2,35 juta rekening kredit baru diberikan oleh LJK kepada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non-lancar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang memiliki catatan kredit yang kurang baik, masih ada peluang untuk mendapatkan fasilitas kredit baru, termasuk KPR.
Peran SLIK dalam Manajemen Risiko
SLIK berfungsi untuk meminimalkan informasi asimetris dalam proses pemberian kredit, seperti moral hazard dan adverse selection. Dengan adanya SLIK, LJK dapat melakukan analisis yang lebih komprehensif terhadap profil risiko debitur, sehingga keputusan pemberian kredit dapat lebih tepat. Namun, SLIK hanya salah satu dari sekian banyak faktor yang dipertimbangkan dalam proses tersebut.
Kanal Pengaduan dan Dukungan OJK
OJK menyediakan kanal pengaduan melalui Kontak 157 bagi masyarakat yang mengalami kendala dalam proses pengajuan KPR, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kanal ini dapat digunakan untuk menyampaikan keluhan terkait keterlambatan pembaruan data, seperti Surat Keterangan Lunas (SKL) yang belum terupdate dalam SLIK. Selain itu, OJK bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) akan membentuk satuan tugas khusus untuk menangani pengaduan secara efektif.
Kesimpulan
SLIK merupakan alat yang penting dalam proses pemberian kredit, namun bukanlah satu-satunya faktor penentu. LJK memiliki kebijakan internal dan pertimbangan bisnis masing-masing dalam menilai kelayakan debitur. OJK mendukung fleksibilitas ini untuk memastikan bahwa masyarakat, terutama MBR, memiliki akses yang lebih luas terhadap pembiayaan perumahan. Melalui kanal pengaduan dan pembentukan satuan tugas, OJK berkomitmen untuk menangani kendala yang dihadapi masyarakat dalam proses pengajuan KPR.
Perspektif Lembaga Jasa Keuangan: Penilaian Multi-Faktor
Lembaga jasa keuangan (LJK), terutama perbankan, menggunakan SLIK sebagai bagian dari credit scoring untuk menilai risiko calon debitur. Namun, dalam praktiknya, analisis kelayakan kredit mencakup lebih dari sekadar data riwayat pembayaran.
Beberapa indikator lain yang diperhitungkan oleh bank antara lain:
- Penghasilan tetap dan stabilitas pekerjaan:
Debitur dengan penghasilan tetap dianggap memiliki kemampuan membayar yang lebih baik, meskipun catatan SLIK-nya menunjukkan keterlambatan pembayaran sebelumnya. - Rasio utang terhadap penghasilan (debt to income ratio):
Jika total cicilan debitur tetap berada di bawah ambang batas, umumnya 30–40% dari total penghasilan, maka bank akan mempertimbangkan lebih lanjut. - Agunan atau jaminan:
Dalam kasus KPR, rumah yang dibeli umumnya menjadi agunan, sehingga bank memiliki mitigasi risiko apabila terjadi gagal bayar. - Tujuan penggunaan kredit:
Tujuan kredit, khususnya untuk hunian utama atau tempat tinggal pertama, dianggap sebagai kredit produktif yang lebih layak dibiayai ketimbang konsumtif.
Dengan pendekatan multi-faktor tersebut, seorang calon debitur tetap bisa memperoleh persetujuan kredit meskipun skor SLIK tidak sempurna.
Tantangan dan Realitas Masyarakat
Banyak masyarakat, terutama di kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), merasa kesulitan mendapatkan akses pembiayaan rumah karena masalah SLIK, walaupun sudah tidak memiliki tunggakan lagi. Beberapa kendala umum yang dihadapi:
- Data SLIK belum diperbarui meskipun utang sudah lunas:
Misalnya, seseorang sudah melunasi kredit motor atau pinjaman konsumtif, tetapi statusnya di SLIK masih tercatat sebagai menunggak. - Tunggakan kecil yang lama dan tidak disengaja:
Banyak debitur dengan tunggakan kecil seperti Rp50.000–Rp200.000 di masa lalu (misalnya karena biaya admin atau denda) masih tercatat negatif di SLIK. - Tidak tahu bahwa mereka tercatat buruk di SLIK:
Beberapa masyarakat baru menyadari saat permohonan kredit ditolak, padahal mereka sudah melunasi pinjaman lama.
Hal ini mendorong pentingnya edukasi keuangan dan keterbukaan informasi. OJK secara aktif mendorong masyarakat untuk mengecek data SLIK mereka secara berkala melalui layanan iDeb SLIK.
Solusi dan Peran OJK
OJK menyadari bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih relatif rendah. Oleh karena itu, OJK menginisiasi beberapa langkah strategis:
1. Digitalisasi Layanan iDeb SLIK
Layanan iDeb kini bisa diakses secara daring melalui laman resmi OJK. Masyarakat dapat mengunduh laporan kredit pribadi mereka dengan mudah, termasuk status pinjaman, pelunasan, dan agunan.
2. Penyederhanaan Aturan Kredit untuk MBR
OJK dan Kementerian PUPR mendesain kebijakan yang lebih inklusif bagi MBR, misalnya pelonggaran skor kredit untuk rumah subsidi, dan membolehkan debitur dengan catatan non-lancar untuk tetap mengajukan KPR apabila mereka bisa membuktikan penghasilan dan niat membayar.
3. Kanal Aduan Masyarakat
Dengan hadirnya Kontak 157, masyarakat bisa melaporkan masalah ketidaksesuaian data, keterlambatan pembaruan status pelunasan, serta mendapatkan arahan terkait penghapusan catatan negatif (jika memang telah diselesaikan sesuai prosedur).
4. Kerjasama Antarlembaga
OJK tidak bekerja sendiri. Proses reformasi pembiayaan rumah juga melibatkan:
- Kementerian PUPR
- Bank Indonesia
- Himpunan Bank Negara (Himbara)
- Lembaga penjamin kredit seperti Jamkrindo dan Askrindo
Pandangan Pelaku Industri Properti
Pelaku industri properti menanggapi kebijakan OJK dengan positif. Mereka menilai bahwa pembukaan akses KPR kepada kelompok yang sebelumnya sulit mendapatkan pembiayaan adalah langkah strategis untuk memperluas pasar dan menggerakkan sektor properti.
Menurut data REI (Real Estate Indonesia), dari target pembangunan 3 juta unit rumah dalam lima tahun, sekitar 60% ditujukan untuk MBR. Artinya, fleksibilitas dalam pembiayaan sangat penting agar proyek-proyek rumah rakyat tetap berjalan.
Beberapa pengembang bahkan mulai menggandeng fintech dan koperasi untuk mendampingi calon pembeli rumah yang terganjal masalah SLIK, dengan menyediakan layanan keuangan inklusif berbasis komunitas.
Studi Kasus: MBR Bisa Punya Rumah
Kasus 1: Rina, karyawan honorer di Karawang
Rina pernah mengalami tunggakan cicilan motor di tahun 2018 selama 3 bulan karena PHK sementara. Meski sudah dilunasi pada tahun 2019, namanya tetap muncul sebagai debitur “kol 3” (kurang lancar) dalam iDeb SLIK. Saat mengajukan KPR subsidi tahun 2024, bank menolak permohonannya.
Setelah berkonsultasi dengan OJK dan memperbaiki data pelunasan di lembaga pembiayaan sebelumnya, serta menunjukkan slip gaji dan SK pengangkatan sebagai pegawai tetap di sekolah negeri, ia akhirnya disetujui mendapatkan KPR dari Bank BTN.
Kasus 2: Sulaiman, pengemudi ojek daring di Surabaya
Sulaiman mengajukan kredit rumah sederhana melalui program FLPP. Awalnya ditolak karena ada kredit konsumtif yang sempat macet di koperasi simpan pinjam. Namun, koperasi tersebut sudah bubar dan tidak memperbarui data ke SLIK.
Setelah membawa bukti lunas dan SKL dari pihak koperasi yang masih aktif, serta surat keterangan penghasilan dari aplikasi transportasi online, permohonannya disetujui dengan tenor panjang.
Tantangan ke Depan
Meski langkah OJK patut diapresiasi, masih banyak tantangan yang harus diatasi:
- Sinkronisasi Data Lembaga Keuangan dengan SLIK
Banyak lembaga kecil, terutama koperasi dan multifinance daerah, belum rutin memperbarui data ke SLIK. - Peningkatan Literasi Keuangan
Masyarakat perlu diedukasi bahwa status kredit mereka tercermin dalam sistem formal yang digunakan semua bank. - Peran Fintech dan Skor Alternatif
Fintech mulai menggunakan alternative credit scoring, misalnya riwayat pembayaran listrik, air, dan e-commerce. OJK perlu menyusun kerangka regulasi agar pendekatan ini dapat diakui lebih luas. - Pemutakhiran Kebijakan Kredit oleh Bank
Bank juga perlu terus memperbarui parameter analisis risiko agar tidak terlalu kaku hanya berlandaskan skor SLIK.
Penutup: SLIK Bukan Vonis, Tapi Alat Evaluasi
Kebijakan OJK untuk menekankan bahwa data SLIK bukanlah “vonis tetap” bagi calon debitur adalah langkah inklusif yang sejalan dengan misi pemerataan akses perumahan. SLIK hanyalah salah satu dari banyak alat yang digunakan dalam pengambilan keputusan kredit.
Dengan semakin terbukanya jalur komunikasi antara masyarakat, OJK, dan lembaga keuangan, serta diperkuatnya sistem pelaporan kredit yang akurat dan terkini, maka cita-cita satu rumah untuk setiap keluarga Indonesia dapat lebih cepat tercapai.
Kebijakan Perbankan dalam Menanggapi SLIK
Bank sebagai ujung tombak pemberi kredit memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan internal terkait kelayakan kredit. Meskipun OJK memberikan panduan umum, setiap bank memiliki strategi dan model risiko tersendiri yang dapat mempengaruhi keputusan.
1. Fleksibilitas Penilaian Kredit
Beberapa bank mulai menerapkan pendekatan penilaian risiko berbasis data yang lebih holistik, tidak hanya bergantung pada data SLIK. Ini mencakup:
- Penilaian cash flow riil debitur.
- Pengecekan sumber penghasilan tambahan.
- Analisis riwayat hubungan nasabah dengan bank (misal rekening koran, transaksi rutin).
2. Penerapan Scoring Internal
Bank melakukan scoring internal yang bisa memperhitungkan faktor-faktor sosial ekonomi, misalnya durasi bekerja, pekerjaan tetap, dan aset yang dimiliki.
3. Program Kredit Khusus MBR
Bank-bank BUMN, seperti Bank BTN, BRI, dan Mandiri, menyediakan program KPR khusus dengan syarat yang lebih ringan, seperti KPR FLPP, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Wawancara dengan Pakar: Menilai Fungsi SLIK dari Berbagai Sudut
Untuk mendapatkan wawasan lebih, berikut cuplikan wawancara dengan beberapa tokoh terkait:
Dr. Irfan Hidayat, Akademisi Keuangan, Universitas Indonesia
“SLIK adalah alat yang sangat vital untuk mengurangi risiko kredit macet di sektor perbankan. Namun, jika digunakan sebagai satu-satunya indikator, akan menghambat akses pembiayaan terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang pernah punya masalah finansial tapi kini sudah membaik.”
Sri Wahyuni, Kepala Divisi Kredit Bank BTN
“Kami menerapkan evaluasi komprehensif. Data SLIK hanya salah satu input. Kami juga mempertimbangkan rekam jejak penghasilan dan niat membayar debitur, khususnya dalam KPR subsidi. Ini demi memastikan target pemerataan rumah layak tetap tercapai.”
Rini Astuti, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI)
“Bagi perusahaan pembiayaan, SLIK memang membantu memitigasi risiko. Tapi kami juga selalu melakukan analisis risiko secara menyeluruh, termasuk kondisi ekonomi debitur dan potensi penghasilan masa depan.”
Pandangan Akademisi dan Praktisi Tentang Literasi Kredit dan Perumahan
Pentingnya Literasi Keuangan
Banyak penelitian menunjukkan bahwa literasi keuangan yang rendah menjadi salah satu penyebab utama masalah kredit macet. Debitur seringkali tidak memahami dampak keterlambatan pembayaran terhadap skor kredit mereka.
Pendidikan finansial di sekolah dan masyarakat perlu ditingkatkan agar calon debitur lebih siap secara psikologis dan finansial saat mengajukan KPR.
Studi Kasus di Negara Lain
Di negara-negara seperti Korea Selatan dan Australia, lembaga pengelola data kredit juga tidak menjadikan laporan kredit sebagai satu-satunya penentu. Mereka menggunakan pendekatan evaluasi menyeluruh yang melibatkan data pengeluaran sehari-hari, bahkan riwayat pembayaran utilitas.
Indonesia mulai mengadaptasi metode ini dengan kemunculan fintech yang memanfaatkan data alternatif.
Tren Pembiayaan Perumahan: Fintech dan Kredit Digital
Seiring kemajuan teknologi, fintech mulai masuk ke sektor pembiayaan rumah dengan menawarkan skema kredit digital yang lebih mudah diakses dan lebih cepat prosesnya.
Fitur Kredit Digital:
- Pengajuan online tanpa harus datang ke bank.
- Penggunaan big data untuk analisis kelayakan kredit.
- Integrasi dengan e-commerce dan aplikasi pembayaran.
Peran OJK dalam Regulasinya
OJK sedang menyusun regulasi agar fintech pembiayaan tetap transparan dan aman, termasuk perlindungan konsumen. Ini penting supaya ekosistem pembiayaan perumahan tetap sehat.
Prediksi Masa Depan Pembiayaan Perumahan
1. Meningkatnya Akses Pembiayaan
Dengan kebijakan inklusif dan teknologi digital, diperkirakan akses KPR akan makin terbuka bagi masyarakat menengah ke bawah.
2. Skor Kredit Dinamis
Skor kredit akan berkembang dari sistem statis menjadi dinamis yang memperhitungkan perubahan perilaku keuangan terbaru.
3. Kolaborasi Fintech dan Bank
Kerjasama ini diharapkan menghasilkan produk kredit yang fleksibel dan terjangkau, mendukung percepatan program sejuta rumah.
Kesimpulan Lengkap
- OJK menegaskan bahwa SLIK hanyalah salah satu komponen dalam pemberian kredit rumah.
- LJK menerapkan penilaian multi-dimensi yang melibatkan data penghasilan, agunan, dan kapasitas membayar.
- Masyarakat harus aktif memeriksa data kreditnya melalui iDeb SLIK dan memanfaatkan kanal pengaduan OJK.
- Literasi keuangan dan edukasi publik sangat penting untuk mencegah kesalahan data dan penolakan kredit yang tidak perlu.
- Teknologi dan fintech menjadi kunci untuk memperluas akses pembiayaan perumahan di masa depan.
Dengan pemahaman ini, diharapkan seluruh pemangku kepentingan—dari regulator, perbankan, pelaku industri properti, hingga masyarakat—dapat bersinergi mewujudkan impian rumah layak bagi semua warga Indonesia.
Studi Kasus Mendalam: Dampak Kebijakan OJK terhadap Debitur KPR
Kasus 3: Agus, Pedagang Pasar di Bandung
Agus pernah mengalami tunggakan kredit sebesar Rp1,2 juta selama tiga bulan pada tahun 2022, akibat kondisi ekonomi yang sulit saat pandemi. Setelah melunasi seluruh utang pada akhir 2023, statusnya di SLIK belum diperbarui sehingga masih tercatat sebagai debitur bermasalah.
Ketika Agus mengajukan KPR subsidi pada awal 2025, bank menolak permohonannya karena status SLIK negatif.
Dengan bimbingan dari petugas OJK di daerah, Agus mengajukan pengaduan ke Kontak 157 dan melengkapi dokumen pelunasan beserta surat keterangan dari lembaga pembiayaan awal.
Setelah proses verifikasi selama dua bulan, data SLIK Agus diperbarui dan statusnya menjadi lancar. Agus akhirnya berhasil memperoleh KPR dan bisa membeli rumah untuk keluarganya.
Pelajaran: Pentingnya mekanisme pengaduan dan pembaruan data yang cepat agar masyarakat tidak dirugikan oleh keterlambatan administrasi.
Data Statistik Terkini: Perkembangan KPR dan SLIK
Berdasarkan data OJK per Mei 2025:
- Total rekening kredit KPR yang aktif mencapai 6,8 juta dengan nilai outstanding Rp550 triliun.
- Rasio kredit macet di sektor KPR turun menjadi 1,2%, menunjukkan peningkatan kualitas kredit.
- 35% kredit KPR baru diberikan kepada debitur dengan riwayat kredit non-lancar sebelumnya, menunjukkan fleksibilitas lembaga keuangan.
- Pengaduan terkait SLIK mencapai 15.000 kasus per tahun, dan lebih dari 70% berhasil diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja.
Data ini memperlihatkan bahwa pemberian kredit rumah semakin inklusif, meskipun tantangan dalam validasi data masih ada.
Analisis Kebijakan: Sinergi OJK, Bank Indonesia, dan Pemerintah
OJK tidak bekerja sendiri dalam mendorong pertumbuhan pembiayaan perumahan. Kebijakan moneter dari Bank Indonesia juga mempengaruhi suku bunga kredit dan likuiditas di sektor perbankan.
Kebijakan Kredit Perumahan oleh Bank Indonesia:
- Penetapan Loan to Value (LTV) yang longgar untuk KPR, memungkinkan pembiayaan hingga 90-100% dari harga rumah.
- Penurunan suku bunga acuan untuk menurunkan bunga kredit, meningkatkan daya beli masyarakat.
Peran Pemerintah:
- Program subsidi bunga dan subsidi uang muka melalui Kementerian PUPR.
- Pembangunan infrastruktur perumahan yang terintegrasi dengan fasilitas umum dan transportasi.
Sinergi ketiga pihak ini sangat penting agar target pembangunan rumah nasional bisa tercapai tanpa mengorbankan kesehatan sektor keuangan.
Inovasi Teknologi dalam Sistem SLIK
SLIK juga terus dikembangkan menggunakan teknologi terkini seperti:
- Blockchain untuk menjaga keamanan dan transparansi data kredit.
- Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi potensi fraud dan mempercepat proses analisis risiko.
- Integrasi API dengan lembaga keuangan agar data bisa diupdate secara real time.
Inovasi ini diharapkan mempercepat pembaruan data dan memberikan gambaran risiko yang lebih akurat kepada pemberi kredit.
Peran Literasi Keuangan: Membangun Kesadaran Masyarakat
Edukasi mengenai pentingnya manajemen keuangan pribadi dan pengecekan rutin status kredit harus ditingkatkan, terutama di daerah-daerah yang jauh dari akses teknologi.
Beberapa inisiatif yang sudah berjalan:
- Program sosialisasi OJK bersama dinas sosial dan koperasi daerah.
- Workshop manajemen keuangan di komunitas dan sekolah.
- Pengembangan aplikasi mobile yang mudah digunakan untuk memeriksa status SLIK dan mengajukan pengaduan.
Penutup
Melalui berbagai upaya ini, OJK menegaskan bahwa data SLIK bukanlah penentu tunggal dalam pemberian kredit rumah. Dengan pendekatan multi-faktor, dukungan teknologi, dan edukasi masyarakat, akses pembiayaan perumahan di Indonesia semakin terbuka lebar untuk semua kalangan.
Semoga artikel ini dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai dinamika pembiayaan perumahan dan kebijakan OJK yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dinamika Pembiayaan Rumah: Peran Kredit Non-Perbankan dan Fintech
Selain bank, kredit rumah juga didukung oleh lembaga pembiayaan non-bank dan fintech. Mereka memberikan pilihan alternatif pembiayaan bagi masyarakat yang kesulitan mengakses perbankan tradisional.
Lembaga Pembiayaan Non-Bank
- Multifinance dan koperasi simpan pinjam sering menjadi sumber kredit konsumtif yang juga memengaruhi catatan SLIK.
- Namun, pengawasan data dari lembaga ini masih belum seketat bank, sehingga sering terjadi keterlambatan pembaruan data.
- OJK terus mendorong digitalisasi dan integrasi data pembiayaan non-bank ke SLIK agar data lebih valid dan transparan.
Fintech Pembiayaan Rumah
- Fintech mulai menyediakan pinjaman mikro untuk uang muka KPR.
- Mereka menggunakan data alternatif (misalnya pembayaran tagihan listrik, telepon, dan aktivitas e-commerce) untuk menilai risiko kredit.
- Fintech dapat membantu menjangkau masyarakat yang selama ini tidak tercakup oleh sistem perbankan.
OJK pun sedang menyiapkan regulasi khusus untuk mengatur fintech pembiayaan rumah agar tetap aman dan melindungi konsumen.
Studi Kasus 4: Dewi, Mahasiswi yang Ingin Punya Rumah Pertama
Dewi, mahasiswi baru bekerja, berencana membeli rumah pertama dengan bantuan KPR subsidi. Namun, saat mengajukan kredit, ia ditolak karena terdapat tunggakan kecil Rp300 ribu dari pinjaman online yang sudah dilunasi tetapi belum tercatat di SLIK.
Setelah mengajukan pengaduan dan menyertakan bukti pelunasan, statusnya diperbarui dan ia berhasil mendapatkan persetujuan kredit.
Kasus ini menunjukkan bahwa tunggakan kecil sekalipun dapat berdampak signifikan pada peluang memperoleh KPR, menandakan perlunya pembaruan data yang cepat dan sistematis.
Rekomendasi Kebijakan untuk Memperbaiki Sistem Kredit Rumah
Berdasarkan berbagai kajian, berikut rekomendasi untuk memperbaiki sistem pembiayaan rumah di Indonesia:
- Percepatan Pembaruan Data SLIK
Memperpendek waktu update data dari lembaga keuangan ke SLIK agar tidak terjadi delay yang merugikan debitur. - Penguatan Sistem Pengaduan dan Mediasi
Memudahkan masyarakat dalam mengakses pengaduan dan memastikan penyelesaian cepat masalah data kredit. - Pengembangan Skor Kredit Alternatif
Mendorong penggunaan data alternatif sebagai pelengkap untuk meningkatkan inklusi keuangan. - Peningkatan Literasi Keuangan Terintegrasi
Mengintegrasikan pendidikan literasi keuangan ke dalam kurikulum sekolah dan program komunitas. - Kolaborasi Lintas Sektor
Memperkuat koordinasi antara OJK, perbankan, fintech, pemerintah daerah, dan pelaku usaha properti.
Kesimpulan Akhir
OJK menegaskan SLIK bukan penentu tunggal dalam pemberian kredit rumah. Hal ini menguatkan prinsip bahwa pemberian kredit harus bersifat inklusif, adil, dan berbasis penilaian menyeluruh.
Dengan dukungan teknologi, regulasi adaptif, dan edukasi yang luas, harapan besar untuk memperluas kepemilikan rumah di Indonesia dapat terwujud dengan lebih baik dan berkelanjutan.
baca juga : Cara Menyimpan Daging Kurban agar Tahan Lama dan Aman Dikonsumsi